RSS

Monthly Archives: April 2011

Ketika ‘Pendekar’ Gempungan Perangi Kebodohan

Ketika ‘Pendekar’ Gempungan Perangi Kebodohan

SEKILAS penampilannya seperti ‘pendekar’ yang baru turun dari gunung. Berpakaian serba hitam dan mengenakan ikat kepala, inilah kebiasaan yang dilakukan oleh Bupati Purwakarta, H Dedi Mulyadi SH dalam ‘memerangi’ kebodohan dan kemiskinan melalui program Gempungan.

Bagi masyarakat luas, mungkin belum mengerti apa itu Gempungan. Kata Gempungan berasal dari bahasa Sunda yang artinya musyawarah masyarakat desa. Itu sebabnya, Bupati Purwakarta H Dedi Mulyadi SH selalu mengenakan ‘Seragam’ tradisional  Sunda setiap berkunjung ke desa-desa dalam upaya memasyarakatkan Gempungan.

Ada pepatah yang senantiasa disampaikan oleh sang ‘Pendekar’ ini, yaitu “Gempungan Diburuan Urang Lembur”. Kalimat ini merupakan salah satu andalan bupati dalam melaksanakan program Gempungan.

Program Gempungan ini merupakan salah satu kiat bupati dalam memajukan Kabupaten Purwakarta dalam segala bidang. Sebab, Purwakarta yang terletak di Provinsi Jawa Barat ini terletak ±80 km sebelah timur Jakarta. Kabupaten ini juga berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya.

Dengan luas wilayah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Purwakarta berada pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon. Itu sebabnya daerah ini mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2005 lalu saja, jumlah penduduk Purwakarta tercatat sebanyak 782.362 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,42% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 391.061 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 391.301 jiwa.

Kabupaten Purwakarta memiliki motto Wibawa Karta Raharja. “Wibawa” berarti berwibawa atau penuh kehormatan, “Karta” berarti ramai atau hidup, dan “Raharja’ berarti keadaan sejahtera atau makmur. Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai daerah yang terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.

Berangkat dari motto itulah Bupati Dedi Mulyadi menggalakan program Gempungan yang  merupakan salah satu implementasi dari program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta yang tertuang dalam “Salapan Langkah Ngawangun Nagri Raharja”. Atau  Sembilan Langka menuju menuju Digjaya Purwakarta.

          Secara umum kegiatan Gempungan adalah memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat jemput bola, dimana pelayanan yang diberikan berupa pelayanan administrasi kependudukan  seperti pembuatan KTP, KK, Akte Kelahiran, Buku Nikah.

Kebutuhan masyarakat lainnya yang tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan, donor darah, pelayanan KB, khitanan masal. Tapi ada nilai tambah dari program Gempungan ini, yaitu aparat pemerintah daerah mendapat masukan dari tokoh agama, masyarakat serta warga secara keseluruhan.

Dengan adanya masukan tersebut, pemerintah daerah dapat merasakan apa yang dibutuhkan masyarakat dan sekaligus mentahui persoalan-persoalan  yang terjadi di level yang paling bawah, yaitu desa.

Untuk melaksanakan kegiatan Gempungan ini, Bupati Dedi Mulyadi wajib mengunjungi desa seminggu sekali. Padahal jumlah desa  di 17 Kecamatan berjumlah 192 desa dan kelurahan. Sudah dapat dibayangkan betapa letihnya sang ‘pendekar’ itu memperagakan jurus-jurus mautnya dalam membangun Purwakarta kedepan.

Melibatkan OPD

Bupati Dedi Mulyadi memang tidak sendirian. Dia melibat seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten. Ini dilakukan oleh bupati, agar seluruh jajarannya juga mengetahui betul apa yang dibutuhkan rakyat, termasuk masalah yang terjadi di tiap-tiap desa.

Ada yang unik dalam melaksanakan kegiatan Gempungan ini. Sebelum kegiatan utama dilakukan, lebih dahulu diawali dengan melakukan apel pagi di Kantor Kecamatan Purwakarta pada  setiap hari Senin atau Rabu. Apel ini dipimpin langsung oleh Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.

Setelah itu, baru kegiatan Gempungan itu  dilaksanakan di kantor-kantor desa, kelurahan atau tempat yang ditunjuk oleh tuan rumah yang dikunjungi bupati. Di tempat itulah kegiatan pelayanan masyarakat  dilakukanan. Semua pelayanan tersebut tidak dikenakan biaya.

Usai melaksanakan pelayanan masyarakat, sore harinya  dilaksanakan kegiatan sosial lainnya, yaitu pembagian sembako kepada warga masyarakat yang kurang mampu. Kemudian malam harinya dilanjutkan dengan ngahajatan urang lembur”. Kegiatan ini lebih kepada acara ramah tamah serta hiburan untuk masyarakat.

Program Gempungan yang digelindingkan Bupati Purwakarta H Dedi Mulyadi SH  telah berjalan tujuh bulan.  Beliau dianggap sebagai sosok yang memiliki kepedulian yang tinggi dalam memajukan Purwakarta ke depan.

Dia tak hanya dikenal sebagai seorang pemimpin muda usia berkarakter, cerdas, visioner dan teguh pada komitmen, tapi dia juga masih tergolong muda untuk sebuah jabatan yang cukup tinggi, Bupati Kabupaten Purwakarta (2008-2013). Bupati termuda, kelahiran Subang 12 April 1971, ini punya visi membangun Purwakarta menuju digjaya berbasis kearifan lokal.

Sebelum menjadi bupati, ia menjabat Wakil Bupati Purwakarta mendampingi Drs. Lily Hambali Hasan, M.Si. Dia tercatat sebagai wakil bupati termuda (32 tahun). Ketua DPD Partai Golkar dan mantan anggota DPRD Purwakarta ini punya prinsip, “berpikir cerdas dan bekerja keras.”

Selama lima tahun menjabat Wakil Bupati, ia banyak mengunjungi berbagai pelosok Purwakarta serta mendalami tata kelola pemerintahan daerahnya. Pengalaman selama lima tahun itu telah menginspirasinya menetapkan visi pembangunan Purwakarta Berkarakter, sehingga lahirlah program Gempungan yang kini menjadi ‘jurus maut’ sang ‘pendekar’ dalam memerangi kebodohan dan kemiskinan.

Meskipun program Gempungan ini sudah dapat dirasakan oleh masyarakat, namun masih saja ada pihak yang mengkritisi kegiatan itu. Tapi terlepas dari itu, anggota Komisi I DPRD Purwakarta, Hidayat S.Thi  kepada SR mengatakan bahwa  Gempungan tidak saja menjadi media sosialisasi, tapi juga implementasi bagi OPD.

“Kami sering ikuti perjalan Gempungan ke desa dan kelurahan sebagai tujuan program itu dilaksanakan, nyatanya antusia masyarakat sangat terasa, karena mampu memberikan dampak yang positif kepada mereka,”katanya.Laela/Syaiful Jabrig

 
Leave a comment

Posted by on April 21, 2011 in NUSANTARA

 

Jadilah Polisi Seperti Briptu Norman Kamaru

SIAPA yang tak kenal Briptu Norman Kamaru, polisi asal Gorontalo. Namanya melijit bak meteor. Bayangkan, dalam waktu singkat, Briptu Norman langsung dielu-elukan oleh masyarakat. Bahkan selama tiga pekan di Jakarta, waktunya nyaris tersita hanya untuk memenuhi undangan. Baik di beberapa stasiun televisi maupun menghibur sesama anggota Kepolisian.

Setiap kehadiran polisi yang terkenal lewat lipsync Chaiyya-Chaiyya ini, senantiasa disambut hangat. Masyarakat begitu mencintainya. Masyarakat merasa terhibur. Masyarakat merasa dekat dan akrab dengannya. Bahkan tidak sedikit pula warga yang merasa penasaran ingin melihat langsung gaya polisi “Indihe” tersebut.

Kepopuleran Briptu Norman Kamaru lewat “jalur” YouTube, memang bukan yang petama. Sebelumnya ada Sinta-Jojo. Dua cewek Bandung  ini ngetop lewat aksi lip-sync lagu Keong Racun. Lalu ada d Bona Paputungan yang namanya juga melasat lewat lagu Andai Aku Jadi Gayus Tambunan. Setelah itu baru, Udin Majnun dengan lagunya Udin Sedunia.

Jika dibandingkan dengan nama Sinta-Jojo, Bona Paputungan dan Udin Majnun, kehadiran Briptu Norman memang terasa luar biasa. Disetiap penampilanya, Briptu Norman selalu jadi rebutan masyarakat.

Briptu Norman tak hanya mampu menenggelamkan nama-nama Sinta-Jojo, Bona Paputungan dan Udin Majnun, namun dia juga bisa ‘menyihir’ setiap warga masyarakat yang menyaksikanya berakting . Bahkan para penonton juga ikut-ikutan meniru gaya Briptu Norman mengayun-ayunkan kepalan tangannya sambil turut menyanyikan  lagu Chaiyya-Chaiyya.

Inilah kedasyatan Briptu Norman. Berbeda dengan Bona Paputungan yang menyanyikan lagu Andai Aku Jadi Gayus Tambunan. Lirik lagu tersebut penuh kritik. Institusi Polri yang seharusnya mengawasi ‘sang mafia pajak’ Gayus Tambunan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, jadi ‘bulan-bulanan’. Nama institusi Polri ikut tercoreng akibat ulah Gayus Tambunan.

Kini, lagu Andai Aku Jadi Gayus Tambunan nyaris tak terdengar. Yang ada hanyalah Briptu Norman Kamarau yang menjadi selebritis dadakan. Padahal semua itu di luar dugaanya. Bahkan sebelumnya dia tidak pernah berpikir, bahwa suatu saat dia akan menjadi bintang di jagad tanah air ini, meskipun itu hanya sesaat.

Briptu Norman boleh saja menjadi bintang, meskipun bintang itu bakal redup. Briptu Norman sah-sah saja menjadi mercu suar yang setiap saat bisa padam. Namun ada sesuatu yang dapat kita petik dari kehadiran Briptu Norman, yaitu sosoknya yang sederhana. Tidak sombong dan selalu menebar senyum kepada semua orang.

Inilah yang membuat masyarakat merasa dekat dengan Briptu Norman. Ini pula yang membuat masyarakat betapa mengidolakan Briptu Norman. Artinya, ada kerinduan yang dirasakan oleh masyarakat selama ini. Lalu kerinduan masyarakat itu mampu diobati oleh seorang Briptu Norman.

Jika melihat kenyataan itu, rasanya kita dapat menarik benang merah. Masyarakat mengharapkan agar sosok polisi itu harus selalu dekat dengan rakyat. Karena, tugas pokok dan fungsi Polri sesuai UU No 2 tahun 2002 untuk tercapainya polisi yang profesional, bermoral dan modern, yaitu Polri harus menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, lalu menegakan hukum, serta memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Sebagai Ketua LSM Gerakan Anak Bangsa Anti Korupsi (GEBRAK), saya mengharapkan Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Timor Pradopo mampu mencetak polisi-polisi yang selalu dekat dengan rakyat. Sebab kesan yang tertangkap selama ini adalah rakyat takut dengan polisi.

Jangan biarkan polisi selalu memasang tampang angker di mata rakyat. Jelas inilah yang tidak dikehendaki oleh rakyat. Jadikanlah rakyat itu sebagai mitra kerja dalam mengungkap berbagai tindak kejahatan.

Kita sepakat, bahwa anggap jelek itu harus dilenyapkan dari perut bumi ini. Kita juga berharap agar Polri ke depan mampu melaksanakan tugasnya sesuai UU No 2 tahun 2002. Jadilah anggota polisi seperti Briptu Norman yang menjadi idola masyarakat. Bang Boy Ketua LSM GEBRAK


 
Leave a comment

Posted by on April 21, 2011 in LAPORAN UTAMA

 

Kasus Natasha Skin Care Di Persimpangan Jalan

HUKUM sudah seperti barang mainan. Bahkan tidak sedikit penegak hukum menjadikan hukum seperti barang dagangan yang ujung-ujungnya para pencari keadilanlah yang menjadi korban. Paling tidak inilah yang dirasakan oleh dr Fredi Setyawan, pemilik dan pengusaha salon kecantikan Natasha Skin Care.

Ada guratankekecewaan di wajah dr Fredi Setyawan ketika mengetahui bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri  Semarang yang diketuai oleh hakim Edy Tyahjono dalam keputusan selanya memutuskan bahwa PN Semarang tidak memeliki wewenang untuk mengadili kasus Natasha  (kompetensi absolut).

Bak gayung bersambut, tak hanya jaksa penuntut umum, Sugeng SH saja yang langsung melakukan perlawanan menyatakan naik banding, namun kuasa hukum dr Fredi Setyawan, Ebenhazer Sitorus langsung angkat bicara.

“Apadasar majelis hakim memutuskan bahwa kasus Natasha bukan menjadi wewenang Pengadilan Negeri Semarang untuk menyidangkannya, tetapi malah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga. Jadi keputusan majelis hakim itu sangat janggal,”papar Ebenhazer Sitorus.

Menurutnya, majelis hakim tidak mempertimbangkan 266 KUHP tentang pemalsuan identitas dalam akta otentik, juncto pasal 263 KUHP. Padahal pasal tersebutlah dasar pihak Kejaksaan Negeri Semarang mengajukan kasus ke persidangan.

“Ada apa dengan majelis hakim PN Semarang, sehingga dengan mudahnya mereka membelokan kasus pidana umum menjadi sengketa, sehingga kasus itu harus disidangkan di Pengadilan Niaga,”tegas Ebenhazer dengan dialeg Batak-nya yang kental.

Seperti diketahui, kasus pemalsuan produk kecantikan Natasha milik dr Fredy Setiawan memang  sempat berjalan alot. Bahkan kasus ini sempat pula ‘diambangkan’, oleh oknum-oknum yang bermain di belakangnya. Terutama adanya indikasi campur tangan Jamintel. Namun berkat kerja keras Mabes Polri, tanggal 4 Agustus 2010 lalu,  Kejaksaan Negeri Yogyakarta resmi menahan Then Gek Tjoe alias Andre alias Cuk.

Berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta nomor Pnnt 734/0.4.10/Ep.2/082010, tanggal 4 Agustus 2010, pria kelahiran 2 Desember 1975 ini dikenakan pasal berlapis, karena dugaan pemalsuan produk Natasha.

Dalam berita acara yang ditanda-tangani oleh Jaksa Muda bidang Penuntutan Umum, M Rizal Sumadiputra SH disebutkan, bahwa terhitung tanggal 4 sampai 23 Agustus 2010, tersangka ditahan, di Rutan Yogyakarta selama 20 hari.

Penahanan yang dilakukan terhadap tersangka Then Gek Tjoe alias Andre alias Cuk yang berdomisili di Puri Eksekutif 1A/108 Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Semarang Barat itu, karena dikhawatirkan dia melarikan diri atau merusak dan menghilangkan barang bukti serta mengulangi tindak pidana.

Namun dalam perjalananya, ternyata semangat Mabes Polri dalam memerangi tindak kejahatan tidak didukung oleh Kajari Semarang, Ranu Mohardja. Saat itu, lagi-lagi Ebenhazer  Sitorus menyebutkan bahwa Kajari Semarang itu telah melukai rasa keadilan rakyat.

Boleh jadi Ebenhazer  Sitorus geregetan melihat ulah Kajari Semarang, Ranu Mohardja. Betapa tidak, upaya pihak Mabes Polri melimpahkan tahap dua kasus itu ke Kejaksaan Negeri Semarang, juga ditelikung oleh pihak Kejaksaan Negeri Semarang, yaitu dengan mengalihkan status tahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) menjadi tahanan kota tanpa ijin dari Kejagung sesuai dengan Surat Edaran (SE) No 001A/JA/02/2006 yang diganti SE No 002/A/JA/01/2010.

Dalam surat edaran itu  disebutkan bahwa penangguhan dan pengalihan tahanan untuk kasus tertentu dan menarik perhatian masyarakat harus seijin Jaksa Agung. “ Dalam kasus ini, apa dasar hukumnya Kejari Semarang melakukan pengalihan penahanan. Ini pasti ada sesuatu yang tidak beres, sehingga saya mengambil langkah melaporkan Kejari Semarang, Ranu Mihardja ke Jamwas,”jelasnya lagi.

Tersandung Lagi

Kasus pemalsuan produk Natasha tersebut sudah berlangsung lama. Tapi jalannya selalu tersendat-sendat. Hal ini bisa dicermati ketika pemilik prodak Natasha, dr Fredy Setiawan melaporkan kasus itu ke Polda Yogyakarta. Bahkan sempat ditangani oleh Mabes Polri. Tapi karena ada dugaan oknum jaksa yang melakukan intervensi, kasus urung di P 21.

Saratnya intervensi dari oknum-oknum tertentu kini semakin nyata. Hal ini terlihat jelas dari keputusan sela yang menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri Semarang tak memiliki wewenang untuk mengadili kasus itu.

Mendengar putusan majelis hakim tersebut, perjalanan dr Fredy Setiawan untuk mencari rasa keadilan kembali tersandung. Padahal sebelumnya, tersangka Then Gek Tjoe alias Andre alias Cuk yang juga pemilik PT Pesona Mutiara sempat mendapat ‘kado’ tahanan kota dari Kejari Semarang.

Memang tak hanya Ebenhazer  Sitorus, kuasa hukum dr Fredy Setiawan yang naik darah mendengar putusan majelis hakim PN Semarang itu, namun  Kasie Pidum Kejari Semarang, Rinaldo P saat ditemui SR di kantornya menyebutkan bahwa pihaknya segera melakukan perlawanan hukum.

“Keputusan itu belum final, karena kami masih melakukan perlawanan dengan banding,”tegasnya.

Sayangnya, Kepala Pengadilan Negeri Semarang, Agus Subrroto SH teramat sulit untuk diminta konfirmasinya. Padahal penjelasan Agus Subrroto SH sangat dibutuhkan untuk menangkis adanya anggapan bahwa majelis hakim ‘ada main’ dalam kasus tersebut.

Makin lama kasus ini, kok rasanya semakin njelimet. Bahkan seperti masih berada di persimpangan jalan. Bayangkan saja, Humas PN Semarang, Sugeng yang seharusnya menjadi corong terdepan dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat malah tidak tahu mengenai keputusan sela tersebut. “Kasus apa ya mas, saya kok belum tahu,”jelas Sugeng.    Syailendra/Julius

 
Leave a comment

Posted by on April 21, 2011 in LAPORAN UTAMA

 

Penasehat                                        : Letjend.(purn)DR.(HC) Sutiyoso,SH

Penanggungjawab                            : Bang Boy

Team Creative                                  :

                                                            Ariza K.Putra,BBA(Arie BnR)

                                                            Maruli  Ardi Siregar

                                                            Syaiful Jabrig

                                                            Brury  Frits

                                                            TIM SR



Info:

Gedung Setiabudi II Lantai 2 Suite 208

HR. Rasuna Said Kav  62

Telp : (62-21) 5254894 Fax: (62-21) 5254974

 
Leave a comment

Posted by on April 20, 2011 in REDAKSI